II. DAERAH DA’WAH

 

Setiap cita dan idea, setiap gagasan dan aliran, pandangan atau keyakinan, bagaimanapun asing dan tidak populernya, jika jatuh ketangan ahli pidato yang ulung atau penulis yang mahir, pastilah cita dan idea, pandangan dan keyakinan itu cepat dikenal, populer dikalangan rakyat.

Seluruh sejarah agama-agama besar didunia, perkembangannya banyak bergantung kepada kegiatan dan kelancaran Da’wah, misi atau propaganda dari agama-agama itu.

Agama Islam terkenal sekali ajarannya dalam lapangan Da’wah ini. Ia adalah Agama Da’wah.

Banyak ayat Al Qur’an dan Hadits Nabi yang memerintahkan pemeluknya menghadapi dunia dan manusia ini dengan jalan Da’wah. Islam adalah Agama aktif dan positif.

Islam dan ajaran yang dibawanya penuh dengan dinamik dan militansi. Seluruh ajaran Islam memerintahkan ummatnya untuk beramal, bertindak, giat dan berjuang.

Menjadi seorang Muslim otomatis menjadi Juru Da’wah, menjadi Muballigh, bila dan dimana saja, disegala bidang dan ruang. Ballighu ‘anni walau ayatan.

Sampaikan dari padaku padaku walaupun satu ayat, demikian perintah Rasulullah kepada ummatnya.

Kedudukan kuadrat yang diberikan Islam kepada pemeluknya, ialah menjadi seorang Muslim merangkap menjadi Juru Da’wah atau Muballigh, memesankan sesuatu yang berarti dan berisi bagi seluruh Ummat Islam, bahwa agama dan keyakinan ini tidak akan tegak dan berkembang merata, jika para pemeluknya pasif dan statis, tiada mampu menyampaikan ajaran dan seruan Islam kepada manusia dan dunia.

Islam menuntut keluasan dan pelebaran daerah faham, keyakinan dan kepercayaan. Seluruh ajaran Islam menuntut penyebaran dan penaburan yang merata kesegenap Mu’min dan Mujahidin, mengantarkan Agama Tauhid ini kesegenap ufuk dan kaki langit yang ada manusia, dengan organisasi yang rapi dan sistimatik.

Islam adalah agama universil, agama internasional; untuk segenap manusia, untuk seisi alam ini.

Islam berbicara untuk segala bangsa dan bahasa.

Islam bersuara dalam segenap bidang dan ruang kehidupan manusia, menuturkan sesuatu yang murni dan berisi kepada segenap bangsa dan benua.

Islam secara aktif dan positif bersuara dalam segala persoalan dunia dan kemanusiaan.

Himpunan ayat dalam Kitab Suci Al Qur’an dan Sabda Nabi, akan menjadi kalimat-kalimat mati, tiada berarti dan berisi, tiada ruh dan semangat, tiada daya cipta dan daya juang, jikalau ia jatuh ketangan manusia yang jumud, ummat yang mati, beku dan membisu, pasif dan statis, tidak aktif dan positif.

Filsafat ajaran Islam menumbuhkan Ummat yang hidup, manusia yang hidup.

Ummat ini baru akan merasakan keni’matan hidup beragama, jikalau mereka memenuhi udara seluruhnya dengan kegiatan berjuang, memenuhkan usaha dan gerak, menjalankan amanat-kepercayaan suci ini dengan segala kesungguhan dan kepenuhan.

Disitulah rahasia hidup dan tegaknya Agama besar ini.

Segenap kegiatan dan perkembangan, usaha dan karya Ummat Islam harus merupakan Da’wah, seruan dan ajakan kepada manusia, seruan dan ajakan kebenaran, kepada Al Haq yang hanya satu itu.

Muslim yang menjadi Juru Da’wah yang bijak itu hendaklah mampu dan sanggup membuka ufuk baru, daerah dan dunia baru bagi perkembangan dan penaburan cita dan agama.

Amanat perjuangan yang dipesankan kepada Ummat Islam ialah memenuhkan usaha dan kesungguhan, kegiatan bertindak dalam segala bidang dan ruang, segala segi dan aspek kehidupan dunia dan manusia.

Bukan saja tidak boleh merugikan, tapi harus menguntungkan bagi kelangsungan dan kelancaran hidup Da’wah dan Agama.

Kemahiran lisan berpidato dan kelancaran tulisan merangkai kata, karya seniman dan budaya, ketekunan Ulama dan Sarjana, percikan permenungan ahli hikmat dan filsafat, kegiatan dalam politik kenegaraan, keperwiraan tentara dan aparatur negara, pengusaha, pedagang dan petani, wanita dan pemuda, kaum intelek atau rakyat jelata, segala itu harus ditujukan untuk kepentingan Da’wah, membawa manusia menemukan dirinya, mencari kebenaran dengan jalan Agama suci ini.

Segenap kegiatan harus berkembang untuk memperkuat Da’wah dalam segala kemaknaan.

Da’wah agama harus sampai kepada segala kelompok manusia, terpelajar atau tidak, bangsa maju atau terdepan atau bangsa terbelakang.

Shahibud Da’wah – Juru Da’wah yang bijak, piawai dan perwira, harus mampu menyampaikan seruan dan kehendak wahyu kepada segenap lapisan masyarakat manusia.

Daerah Da’wah adalah daerah dunia dan manusia. Daerah Da’wah adalah daerah masyarakat semesta, setiap kasta dan kelas manusia. Daerah Da’wah bukan hanya terbatas diruang Mesjid, surau atau langgar, madrasah atau ruangan kuliah-ilmiyah.

Tangan Da’wah harus sampai ketepi ufuk dan kesegala mata-angin. Kegiatan Da’wah tidak boleh bergantung kepada turun naiknya pasang keadaan, tidak boleh bergantung kepada perkembangan situasi, ruang dan waktu, ketika dan suasana.

Dia tidak memilih angin, dan tidak memilih cuaca cerah.

Disa’at cerah atau lincah, dikala tenang atau gelombang masa menghempas, dipenuhinya dengan segala kewaspadaan dan kebijaksanaan.

Segenap udara dipenuhinya dengan kegiatan dan tindakan.

Disegala keadaan, bagaimanapun situasi dan kondisi masyarakat, bagaimanapun kegiatan dunia dan manusia berkembang, tidak boleh sepi dari usaha Da’wah. Menyeru dan menyeru lagi, mengawal dan mengawasi jalan dan perkembangan keadaan, memelihara dan menjaga kemanusiaan dari bencana keruntuhan dan kemusnahan.

Risalah Da’wah Islamiyah harus menjadi menaralaut ditengah samudera kemanusiaan. Tugas Da’watul Haq harus menjadi mercu suar pimpinan bagi kehidupan dan kemanusiaan.

Setiap usaha pembangunan, pembinaan bangsa dan negara, tidak boleh lepas dari tangan Shahibud Da’wah, jikalau kita tidak mau menemui kekosongan dan kehampaan.

Demikian luasnya, daerah Da’wah, meliputi seluruh taraf kehidupan dan kemanusiaan, mengikuti segala tingkat kemajuan dan kecerdasan, beweging dan ontwikkeling.

Daerah Da’wah yang luas tidak bertepi itu, menuntut kesadaran dari segenap Ummat Islam, betapa penting dan vitalnya tugas Da’wah.

Kesadaran itu memesankan suruhan suci dan agung, agar ummat Islam mencakapkan diri dan melengkapkan pengertian guna menghadapi tugas mahapenting itu, memenuhi daerah Da’wah dengan segala kegiatan, kesungguhan dan kepenuhan.

Itulah risalatulkubra tugas besar atau mission sacree yang dibebankan kepada ummat yang beriman.

Sadar atas sucinya tugas, segenap fungsionaris Da’wah mewajibkan dirinya membuka pengertian kemanusiaan dan kedudukan manusia dalam proses sejarah, memberikan kekuatan, kemungkinan dan harapan baru kepada kemanusiaan, kekuatan dan harapan yang yang meyakinkan, memberikan jaminan dan kepastian, melenyapkan kesangsian dan ketidak pastian dalam dada manusia.

Menjadi Shahibud Da’wah, Juru Da’wah yang bijak, Muballighul Islam yang piawai, artinya menduduki pos terdepan dalam perjuangan Islam, tempat yang paling vital dan menentukan dalam kehidupan dan perjuangan Islam.

Tugas Da’wah bukan tugas tersambil, bukan pekerjaan iseng-iseng untuk pengisi waktu yang kosong. Tugas Da’wah menuntut adanya kesungguhan dan kepenuhan, menuntut pengorbanan yang maksimal. Risiko pahit yang harus diterima sebagai konsekwensi dari jalan suci yang dipilih sendiri, panggilan jiwa sendiri.

Daerah Da’wah yang lebih jauh serta sayup dalam alam kehidupan manusia Muslim dan Mujahid yang telah merelakan dan memesrakan dirinya untuk keagungan cita.

Berda’wah mencari daerah seluas mungkin dan pengikut-pembela sebanyak mungkin. Membuka daerah baru dan manusia baru, merambah semak dan belukar, menebang kayu dan menaklukkan hutan belantara raya, membuka ladang dan padang baru tempat menyemaikan Cita dan Agama, tempat menanam bibit Tauhid dan Cinta. Berda’wah menambah jumlah yang ada dan menukuk angka yang ada.

Fungsionaris Da’wah tidak boleh mengisolir dirinya dalam lingkungannya sendiri.

Teladan dari pada para pahlawan Da’wah masa lalu membuka pengertian hendaknya kepada segenap fungsionaris Da’wah zaman kita, betapa luas tidak terbatasnya lapangan Da’wah Islam itu.

Para Nabi dan Rasul yang dibangkitkan kedunia sejak alam ini terkemban, telah memberikan teladan dan suri utama, bagaimana caranya gerakan Da’wah yang mereka lancarkan kepada segala lapisan manusia.

Dimulainya dari kaum keluarga yang terdekat, meluas kepada ummat sebangsa, para penguasa yang mempunyai kekuatan dan kekuasaan atas rakyat banyak.

Nabi Muhammad saw. ber Da’wah dimulainya dari kaum kerabat, keluarga yang terdekat, ummat sebangsa dari segala tingkatan dan kedudukan, maju meluas dengan mengirim pesan dan seruan kepada para raja dan kepala negara keluar negeri.

Jamaluddin Al Afghany dan Muhammad Abduh menerbitkan majalah Al ‘Urwatul Wutsqa ditanah Perancis, mencanangkan Da’wah Islam ditengah-tengah peradaban dunia Barat.

Imamussyahid Hassan Al-Banna, Mursyidul ‘Aam Ichwanul Muslimin yang terkenal itu, memilih sasaran Da’wahnya dikalangan buruh dan para pekerja, memasuki kedai-kedai kopi dan rumah makan. Dari sana dia memulai menyusun pengikut, membina ummaat Jama’ah.

‘Alim besar Pakistan Abdul a’la Maudoody pemimpin umum Jama’at Islamy yang masyhur itu lain pula thema Da’wahnya. Katanya dia tidak hendak menambah jumlah Ummat Islam, tapi hendak meng-Islamkan Ummat Islam sendiri.

Keluasan daerah Da’wah sama dengan serupa dengan keluasan Cita Da’wah. Keluar fungsinya menambah jumlah, dan kedalam tugasnya menyusun Jama’ah. Kedua muka kegiatan itu harus paralel, sejalan lajunya.