MUQADDIMAH

 

Menjadi situkang-seru, Juru Da’wah atau Muballighul Islam selama puluhan tahun, banyak memberikan pokok pengertian, faham dan pegangan.

Perjalanan sejauh itu telah memperkaya diri dengan pengalaman, membajakan diri dengan keyakinan, malah mempertajam pandangan. Menelan pahit getir, menempuh duri dan derita.

Kegagalan dan kemenangan, tegak dan rebah sesa’at, datang silih berganti.

Tempo-tempo mendapat pujian dan sanjungan, tempo-tempo dihempas oleh badai celaan dan cacian.

Kegiatan berenang antara dua gelombang, berjuang dan lalu ditengah dua-ufuk dunia yang saling bertentangan, sanjungan dan ejekan, pujian dan makian.

Sorak sorai yang riuh gemuruh, tepuk tangan yang gegap dan gempita dari siorang banyak yang senang mendengar dan rela menerima. Diantara dua ufuk itulah seorang juru da’wah atau Muballighul Islam lalu-berjalan, melakukan tugas Kepemimpinan perjuangan suci ini.

Itulah risiko menjadi Muballigh, risiko si Juru Da’wah, juara mimbar pendukung Cita dan Cinta.

Itulah senandung hidup Mu’min dan Mujahid, seorang pejuang dulu, kini dan nanti.

Dimulai dari pengajian Tabligh yang hanya dihadiri oleh puluhan, ratusan, dan ribuan pendengar, sampai kepada rapat raksasa yang dikunjungi oleh puluhan ribu manusia, hingga kerapat samudera dilapangan luas yang dibanjiri oleh juta-an massa rakyat, semuanya itu telah dialaminya.

Hampir seluruh daerah Nusantara telah dikunjunginya.

Dari segala bidang kegiatan dan ruang bertindak itu, dari hempasan dan amukan taufan yang datang silih berganti itu, banyak dia mendapat pelajaran, pokok dan patokan, faham dan pengertian.

Banyak dia mendapat pengalaman maha berharga yang mengajarkan cara bagaimana mendekati, menghampiri dan menghadapi manusia yang beraneka ragam itu, cara bagaimana mengemukakan suatu keyakinan, mendewasakan manusia dan kemanusiaan.

Dia telah mencari dan menemukan bentuknya melalui pengalaman, kegiatan dan perjuangan.

Malah dia telah mendapat pelajaran dari kegagalan yang kerap dialaminya dalam menunaikan tugas.

Dari pengalaman segala itu, barangkali dia telah beroleh syarat minimal untuk memberikan suatu perbentangan, laporan pengalaman, laporan perjuangan dan kegiatan secara populer dan elementer.

Barangkali dia telah boleh menuturkan, apa sesungguhnya hakikat keyakinan yang diperjuangkan, dimana terletak kekurangan dan kelemahan.

Bagaimana caranya menjadi seorang propagandis yang piawai, bagaimana caranya menjadi Shahibud Da’wah, Juru Da’wah yang baik.

Dalam menjalankan tugas, pesan dan amanat perjuangan yang diterima banyak pengalaman, pokok pengertian dan kepingan penderitaan yang layak ditinggalkan kepada generasi muda yang akan menggantikan angkatan lama, angkatan si laruik sanjo ini dengan harapan, semoga dapat dijadikan pegangan dalam menghadapi tantangan zaman dan membuat masa depan lebih terang dan gemilan.

Suatu penuturan, bagaimana caranya menjadi Juru Da’wah, apa fungsi situkang-seru dalam menghadapi fenomena kemasyarakatan barulah satu aspek dari pengalaman dan pengertian itu.

Dari fihak kader-kader muda Islam telah lama disampaikan permintaan, agar mereka diberikan bimbingan dan pedoman, bagaimana caranya menjadi ahli pidato yang baik, menjadi seorang orator dan agitator, seorang redenar juara mimbar.

Permintaan para kader itu tadinya tidak mendapat perhatian. Pertama, orang yang diminta bukan seorang redenar, bukan seorang orator dan agitator yang inuhung, kerenanya tidak mempunyai hak moril untuk melakukan pekerjaan itu.

Kedua, karena hirauan perjuangan dan kesungguhan dibidang lain, permintaan yang tidak penting tadinya itu tidak pernah dimasukkan kedalam rangka pemikiran dan acara kegiatan.

Achirnya kodrat zaman melemparkan dirinya kesuatu daerah kesepian. Rupanya didaerah itu hidup kenangan lama, kenangan perjuangan dan kehidupan yang larut serta sayup.

Didaerah itu timbul keinginan hendak membuat catatan dan uraian, sugan jeung sugan ada guna dan maknanya bagi angkatan kemudian. Diantara catatan dan uraian itu adalah karangan ini.

Materi persoalan yang dihidangkan sebenarnya masa lalu, keyakinan yang dianut, kesadaran atas kondisi dan konstelasi masyarakat dan tinjauan kedepan.

Rangkaian pengalaman, keyakinan yang diperjuangkan, kesadaran atas realisme dan dinamisme sejarah sebagai kenyataan hidup, dan tinjauan masa depan, itulah sebenarnya yang menjadi bahan dalam menyusun buku ini.

Ia bukan saja hendak berusaha mencari dan menemukan Juru Da’wah dengan memberikan pokok-pokok pengertian, tapi terutama hendak berbicara kepada situkang Da’wah itu sendiri, betapa berat beban dan tanggung jawab, apa risiko dan konsekwensi yang pasti ditemui dalam menunaikan Da’wah Islam, dalam segala artinya.

Keluasan cita Da’wah memperingatkan kepada segenap kita, bahwa jalan panjang dan rantau jauh yang terbentang dimuka kita, banyak menjadikan duri dan penderitaan, keringat dan air mata.

Samudera perjuangan yang luas entah dimana tepinya itu, penuh dengan amukan taufan dan hempasan badai.

Semoga buku ini berguna dan bermakna bagi angkatan muda  chususnya dan Ummat Islam umumnya.

Kepada Allah saya kembalikan segala puji, daripadaNya saya harapkan Taufik dan Hidayah.

Dengan perkenan ridlaNya jua kiranya usaha kecil ini diterima hendaknya menjadi amal shaleh bagi penulisnya.

 

Bengawan Madiun, Dzulhijjah 1383 / April 1964