.....................
.............................
1.
Menemukan kembali ajaran Islam yang murni dan asli, bersumber
kepada Qur-an dan Sunnah.
Usaha dan kegiatan untuk menggali dan mengaji, menemukan ajaran Islam
yang suci dan murni, lain tidak artinya membersihkan Islam dari segala kotoran,
campuran dan perubahan tangan manusia Islam sendiri.
Tauhid harus dibersihkan dari penyakit syirik, tachayul dan churafat,
apa juga bentuk dan manifestasinya.
‘Aqidah Islamiyah harus kita angkat keatas, sesuai dengan tafsir dan
keterangan Qur-an dan Sunnah.
Dalam lapangan ‘Ibadah kita harus membersihkan dia dari Bid’ah,
kemodelan yang tidak pernah dibuat oleh Rasul.
Ummat Islam harus kita lepaskan dari belenggu Taqlid, kejumudan dan
kebekuan, Pintu Ijtihad harus kita buka selebar-lebarnya, agar kita mampu
memecahkan multi-persoalan yang tumbuh dalam kehidupan kemasyarakatan kita.
Persoalan-persoalan diatas bukanlah persoalan tetek-bengek seperti yang
dicyniskan oleh kebanyakan orang.
Causa-prima dari kelemahan Ummat adalah karena menganggap remeh
persoalan pokok itu.
..... Tahsabuunahu
hayyinan wahua ‘indallahi ‘azhim ! (QS. Nur : 15 )
Kamu menyangka persoalan itu kecil, padahal dalam pandangan Allah
adalah perkara besar.
Pokok kesatuan Bani Israil zaman dahulu adalah karena para pemuka agamanya
telah merubah isi Taurat dan Injil, sehingga tak ada lagi keaslian dan
kemurniannya, Inilah sebabnya Ummat Nasrani dan Yahudi tidak mengakui ke Nabian
Muhammad SAW.
Zabur Daud Taurat Musa dan Injil ‘Isa sudah tak ada lagi aslinya.
Memang, dikalangan Ummat Islam tidak ada perbuatan yang merubah ayat
Qur-an.
Akan tetapi, kepercayaan-kepercayaan Israiliyah dan jahiliyah modern
yang dimasukkan oleh golongan tertentu kedalam batang-tubuhnya Islam, tachayul
dan churafat, berbagai Bid’ah yang di-intervensikan kedalam per’Ibadahan, telah
menutup kemurnian dan keaslian Sunnah yang diwariskan Nabi kepada kita.
Firman Tuhan telah dikalahkan oleh “qaul” Ulama, pikiran manusia telah
mengalahkan Wahyu Ilahi.
Qur-an sudah tidak dipedulikan lagi; tidak dipakai untuk jadi Hidayah
dan Hujjah, tapi hanya dipakai sebagai pameran dan seminar, dikonkurskan dalam
panggung kesenian, dipentaskan diatas panggung sandiwara, senjata para pelawak
yang memikat orang banyak hanya
sesa’at.
Perjuangan mengembalikan Ummat Islam kepada pimpinan Al-Qur-an dan
Sunnah, adalah perjuangan besar; konsekwensinya berat dan pahit. Perjuangan
kita akan terbentur dengan adat kebiasaan, kelumrahan nenek moyang, kesukaan
dan selera orang banyak.
Waktu pemerintah kolonial Belanda dulu, kaum imperialis dengan sekuat
daya membendung masuknya kitab-kitab Islam yang berdasar Qur-an dan Sunnah.
Kaum Imperialis tahu, kitab-kitab Qur-an dan Sunnah itu yang akan
menggoyang sendi-sendi kolonialisme dinegeri ini.
Ummat Islam dihalangi kembali kepada Qur-an dan Sunnah. Ummat Islam
dirintangi dalam usaha menemukan inti ajaran agamanya.
Santri-santri kolonial berani menuduh golongan Qur-an dan Sunnah keluar
dari Ahli Sunnah wal Jama’ah. Padahal Ahli Sunnah wal Jama’ah yang sejati
adalah golongan penegak Qur-an dan Sunnah itu.
Para Kiyai mendidik Ummat hanya fanatik kepada dirinya, bukan memberi
pengertian yang benar tentang ajaran Islam yang bersumber kepada Qur-an dan
Sunnah.
Mudah difahamkan, jika sang Kiyai telah meninggal dunia, sepilah daerah
itu dari kegiatan beragama. Orang dididik cinta kepada pribadi, tidak kepada
Dieny. Manusia dididik fanatik kepada pemuka agama, tidak dididik cinta kepada
Cita.
Kultus-perseorangan telah meracuni jiwa dan sukma Ummat Islam. Wahyu
Ilahy tersingkir dan kedudukannya digantikan oleh Ra’yu manusia.
Keadaan yang demikian pernah dikeluhkan Nabi kepada Tuhannya :
Wahai Tuhanku !
Sesungguhnya kaumku telah tidak mempedulikan Qur-an lagi. ( QS. Al
Furqan :30 )
Padahal dikala hidupnya, Nabi yang besar itu pernah memesankan :
Beredarlah kamu bersama Kitabullah (Qur-an) kemana saja dia
beredar ( HR. Thabrani )
Ideologi Da’wah Islam harus secara positif mencantumkan dalam program
perjuangannya mengembalikan Ummat Islam kepada pimpinan Qur-an dan Sunnah.
Memerangi syirik dan bid’ah, tachayul dan churafat, melepaskan Ummat Islam dari
belenggu taqlid-buta.
Adalah mengherankan, jika dalam dinamik revolusi Indonesia yang
mahadahsyat ini masih ada golongan yang mempertahankan cara-cara kolonial, yang
masih mati-matian mempertahankan taqlidisme dan seribu satu bid’ah dalam agama.
Bukankah itu gejala nyata dari jiwa kontra-revolusioner yang tidak
kurang bahayanya dalam revolusi kita ?
Kalau ada yang mengatakan bahwa pintu Ijtihad telah tertutup, nyata dia
itu seorang neo-kolonialis yang akan hanyut terapung seperti sampah ditengah
arus revolusi.
Ulama yang men-fatwakan tidak boleh ber-Ijtihad karena pintu Ijtihad
telah tertutup adalah ulama yang hidup dibawah telapak kaki penjajah ratusan
tahun yang lalu. Ulama yang demikian itu yang pernah mengurung Imam Ibnu
Taimiyah dalam penjara Damaskus, membuang Jamaluddin Al-Afghany dari negeri
yang satu kenegeri yang lain, dengan perantaraan para penguasa dan chalifah
yang mudah pula dijilat dan dihasut dengan bermacam fitnah dan tuduhan yang
tidak benar.
Ulama yang takut kehilangan pengaruh, takut kehilangan gengsi dan
porsi.
Itu yang dinamakan Ulamaussu’, Ulama jahat !
Terang Ulama yang demikian itu tidak bisa dimasukkan kedalam kategori
Waratsatul Anbiyaa, ahli waris para Nabi.
Apa yang kita bisa harapkan dari santri-santri Van der Plas itu ?
Alam dinamika sejarah sekarang ini hanya dapat kita ikuti, jikalau kita
mempunyai jiwa yang dinamis dan progresif. Kalau tidak, kita akan lumat
digiling oleh rodanya revolusi.
Dan lenyaplah martabat kita sebagai Ummat buat selama-lamanya.
Na’udzubillahi min dzalik.
Nation dan character building Indonesia, Revolusi Indonesia yang
multi-kompleks ini tidak membutuhkan santri atau kader muqallidien, seperti
burung beo atau burung perkutut, tetapi membutuhkan kader-kader revolusi yang
mempunyai kepribadian, berwatak dan berkarakter, yang memiliki dinamik dan
militansi.
Al Ustadzulkabir Sayid Muhammad Rasyid Ridla, Mujtahid terbesar zaman
kita pernah mengatakan :
Tidak akan ada perubahan-perbaikan (Ishlah) melainkan dengan
Da’wah; tidak ada Da’wah melainkan dengan Hujjah (keterangan), dan tidak ada
Hujjah selama berkekalannya Taqlid. Oleh karenanya, menutup rapat pintu Taqlid
dan membuka pintu berpikir dan mencari keterangan, adalah pokok dari tiap-tiap
perubahan-perbaikan (Ishlah).
Qur-an dan Sunnah tidak akan dapat difahamkan dengan hati dan pikiran
yang buta.
Da’wah Islam harus ditujukan untuk membuka hati, budi dan ruhani
manusia sehingga melihat dan mengenal hakekat; dan membuka pikiran manusia yang
sanggup memetik pengertian dan menjangkau serta meninjau pengetahuan.
2.
Ummat Islam harus menemukan dirinya kembali.
....................................
3.
Menghidupkan rasa percaya kepada diri sendiri.
....................................
4.
Menghidupkan ruhul-jihad, dinamisme dan optimisme.
....................................
5.
Sanggup mempertahankan dan membela Islam, menjawab segala
tantangan baik dari dalam maupun dari luar.
....................................
6.
Mengembangkan kegiatan yang konstruktif untuk memberi isi dan arti
kepada revolusi kerakyatan disegala nation.
....................................