.....................
.............................
1.
Menemukan kembali ajaran
Islam yang murni dan asli, bersumber kepada Qur-an dan Sunnah.
......................
2.
Ummat Islam harus menemukan dirinya kembali.
Keinginan luhur hendak menampilkan gema dan suara Islam dalam
percaturan dunia dan manusia, haruslah dengan kesadaran, bahwa kini Dunia Islam
tengah menghadapi banyak tantangan, baik dari luar maupun dari dalam.
Tantangan dari luar, berkembang-biaknya dengan pesat dan teratur
filsafat dan kebudayaan materialisme, atheisme dan sekularisme, bertambah
terasanya kepungan Ummat Nasrani yang hendak menggantikan kedudukan mayorita
Ummat Islam diberbagai negeri dan bangsa, seperti Indonesia.
Tantangan dari dalam, tambah jauhnya Ummat Islam dari pimpinan Qur-an
dan Sunnah, adanya kejumudan dan kebekuan difihak yang satu dan gerak anarchi
yang lain dikalangan Ummat Islam sendiri. Berjangkitnya penyakit chronis
perpecahan yang meremuk-redamkan potensi kaum Muslimin.
Sepanjang lintasan abad Dunia Islam tenggelam dalam selisih dan
sengketa yang dibuat-buat.
Sengketa dalam arena politik, rebutan chilafah dan imamah.
Dr. Amad Amin dalam buku Dhuhal Islam dengan bahasa yang jelas
menyatakan, bahwa pokok sebab dari perpecahan dan keremukan Dunia Islam
disegala kurun adalah karena sengketa dan perselisihan dalam bidang chilafah
dan imamah.
Pindahnya pusat pimpinan Dunia Islam ke Basrah, Damaskus dan Andalus,
Bagdad, Kairo, Turki Usmani, ternyata telah menjauhkan kaum Muslimin dari
pimpinan Haramain, pimpinan Makkah dan Madinah, lebih tegas pimpinan Nubuwwah.
Haramain tidak lagi menjalankan fungsinya sebagai pimpinan. Silih
bergantinya ke-chalifahan telah menimbulkan luka berdarah dalam batang tubuhnya
Dunia Islam.
Dari Bani Umayyah pindah ke Bani Abbasiyah, Bani Fathimiyah dan
Usmaniyah, segala ditandai oleh pengurbanan yang menyedihkan, mendukakan hati
dan nurani Ummat Islam sepanjang masa.
Rebutan chilafah dan imamah telah menelan banyak pengurbanan, baik dana
maupun tenaga dan jiwa.
Besi dan darah telah berbicara menyelesaikan segala sengketa itu. Nasib
Ummat Islam telah dibandingkan oleh hempasan badai sengketa yang terus menerus
tiada hentinya, ratusan tahun lamanya.
Naik berkuasanya rezim baru menggantikan rezim lama sepanjang sejarah
Ummat Islam, banyak ditandai oleh kerakusan atas kekuasaan dan kemewahan.
Ummat dan Agama tetap tenggelam dalam paya kerendahan dan kenistaan.
Demikian Dunia Islam abad-abad yang lalu, hingga hampir seluruhnya
jatuh ketangan imperialisme dan kolonialisme.
Gerakan Pan Islamisme anti imperialisme yang dipelopori oleh Azza’im
Jamaluddin Al Afghany yang bertujuan hendak menyusun potensi Ummat Islam
sedunia dan memerdekakan mereka dari cengkraman imperialisme Barat, bukan saja
mendapat tantangan dan pukulan dari kaum penjajah, tetapi mendapat perlawanan
daripada para Ulama chianat, ulama penjilat.
Setelah usainya perang dunia ke II, kaum Muslimin mendapat nafas
melepaskan diri dari kungkungan dan belenggu imperialis.
Satu demi satu rantai perbudakan dan penjajahan itu ungkai karena
maha-kekuatan dari massa-rakyat yang menentangnya.
Akan tetapi nasib Ummat Islam tidak berubah. Dialam merdeka mereka
tidak mampu menyelesaikan persoalan dirinya.
Kairo, Pakistan dan Damaskus, pernah menjadi saksi, bahwa ada usaha
hendak menyusun kekuatan Ummat ini kembali. Para pemimpin Islam seluruh dunia
pernah bertemu membicarakan persoalan bersama mereka.
Banyak putusan dan rumusan yang diambil, tetapi penyakit tidak
bertambah sembuh, malah bertambah parah.
Kita mengenal adanya Mu’tamar Alam Islamy (Pakistan dan Kairo), kita
mengenal adanya Mu’tamar Islam ‘Aam (Damaskus), tetapi segala itu tidak
berhasil menghimpun dan menyusun potensi kaum Muslimin secara bulat dan
menyeluruh.
Masih tidak mampu mereka menjawab segala tantangan yang mereka hadapi.
Dunia Islam masih tenggelam dalam sengketa dan perpecahan yang
memalukan.
Selisih faham dimedan siasah, perdebatan pandangan tentang sistem
sosial dan ekonomi, telah menyeret Dunia Islam kedalam kancah pertarungan yang
merugikan Agama dan Ummatnya.
Antara Kairo dan Yaman disatu fihak dan Sa’udi Arabia difihak yang lain
baru saja terjadi sengketa berdarah; tenaga luar Islam yang datang
menyelesaikannya.
Terjadinya sengketa-perbatasan antara Al-Jazair dan Maroko, tangan luar
Islam juga yang mengetengahinya.
Demikian Dunia Islam kini, masih seperti kemarin juga.
Mereka dimana-mana sedang membuat malu.
Fakta dan lensa politik setiap hari melintaskan bayangan gelap,
melemparkan kabut tebal, kepingan demi kepingan.
Tidak kurang dari 100 juta manusia Arab kini dihujani dengan serbaneka
persoalan dan tantangan. Persoalan dalam diri mereka sendiri.
Kairo, Sudan, Sa’udi Arabia, Yaman, Iran, Siria, Yordania, Beirut
sampai kini belum pernah menikmati udara tenang.
Tegang terus dan bertentangan senantiasa.
Liga Arab tampaknya sudah kewalahan menghadapi segala itu. Soal
Palestina masih begitu-begitu juga, karena awak sama awak sedang asyik memecah
diri.
Manusia yang terikat erat oleh ‘Aqidah yang satu dan ‘Ibadah yang
serupa, satu bangsa dan satu bahasa, tidak mampu mewujudkan kesatuan susunan
dan kesatuan gerak, malah hidup saling tantangan.
Makkah dan Madinah tampaknya bukanlah pola yang baik dijadikan teladan
dalam bermasyarakat dan bernegara.
Haramain sekarang bukan Haramain yang dahulu.
Makkah zaman awwal adalah lambang keyakinan dan tegaknya Kalimatullah
laksana menara laut ditengah samudera padang pasir.
Madinatul Munawwarah zaman Nabi adalah Negara cemerlang yang
memancarkan bahagia sentosa bagi Ummat manusia.
Haramain yang dahulu adalah dua kota suci yang memimpin yang menadi
uswah hasanah dalam segala kata dan kemaknaan.
Kairo dengan gagasan Pan Arabisme Rayanya kini sedang menempuh ujian
sejarah. Sosialisme Arab yang hendak diciptakannya tidak cukup kuat ber-Da’wah
sampai kelubuk hati Mu’min yang telah menjadikan Islamisme menjadi anutan
muthlak.
Akan tetapi, jika Kairo dapat menghimpun 100 juta bangsa Arab dalam suatu negara-gabungan yang memakai Islam
sebagai asas dan tujuan bernegara, barulah Timur Tengah akan beroleh
kejayaannya kembali, yang pernah
dimilikinya abad-abad yang lalu.
Untuk itu tak ada halangan yang dapat dijadikan alasan, jikalau semua
suku Arab menyadari, bahwa mereka perlu memberikan pengurbanan untuk keagungan
Cita yang ditinggalkan Muhammad SAW 14 abad yang silam.
Bangsa yang kaya ruhani dan jasmani, kaya ruhani peninggalan nenek
moyang, para Nabi dan Rasul yang pernah dilahirkan didaerah itu; kaya jasmani,
begitu melimpah-ruahnya minyak yang keluar dari perut bumi.
Jika semua itu dihimpun menjadi satu, akan terwujudlah maha-kekuatan
raksasa didunia Arab. Dengan maha-kekuatan raksasa itu persoalan Palestina
adalah persoalan maha-kecil.
Republik Islam Pakistan sebenarnya dapat lebih cepat berbuat memberi
teladan, apa sesungguhnya Negara Islam itu.
Semenanjung Melayu tampaknya belum mampu mengachiri hubungannya dengan
induk-semangnya.
Ummat Islam Indonesia sedang menelanjangi dirinya, sedang kehilangan
kepribadiannya.
Mereka tampaknya sudah Ijma untuk berpecah.
Pimpinan dan kebijaksanaan yang simpang-siur, adalah bukti adanya
vacuum pimpinan dikalangan Ummat Islam Indonesia.
Mereka tidak mempunyai kesatuan susunan, kesatuan pimpinan dan kesatuan
perjuangan.
Gambaran secara umum diatas, adalah pahit, dan pasti tidak enak
dirasakan oleh selera.
Tetapi memang demikianlah keadaan yang sesungguhnya, begitulah
kenyataan yang hidup.
Kita tidak usah menanam tebu dibibir, mencari kata yang sedap didengar
dan enak dibaca, padahal hakekat keadaan berbicara lain.
Keadaan suram itu perlu digambarkan, perlu kita jadikan bahan analisa,
kalau kita hendak membangun Dunia Islam kembali.
Kultur imperialisme Barat yang ditanamkan sekian abad telah
meninggalkan sistem yang masih kuat bertahan dalam tubuhnya Ummat Islam, disegala
bangsa dan benua.
Mereka telah mengambil alih cara luar Islam menjadi sistem menyusun
diri, tidak sesuai dengan pola dan
formula yang diwariskan Sunnah kepada mereka.
Pandangan Nubuwwah yang pernah dibayangkan Rasulullah kepada sahabatnya
Hudzaifah ibn Yaman, bahwa diachir zaman kelak akan terdapat dikalangan
Ummatnya Qaumun
yastannuna bighairi sunnati, wayahduna bighairi had-yi, telah lama menjadi kebenaran dan
kenyataan hidup, bertemu dalam masyarakat kaum Muslimin semenjak Pemimpin Besar
itu pergi sampai hari ini.
Penglihatan dari udara menangkap kenyataan pahit, bahwa 800 juta Ummat
Islam diseantero dunia adalah Ummat yang tidak tersusun, tidak ber-organisasi
dalam pola dan formula Jama’ah ber Imamah.
Tidak kurang dari 85 juta Ummat Islam Indonesia, althans menurut
sensus, terapung dalam kolam-kolam kecil, laksana ikan mujair yang kekeringan
air.
Ummat Islam telah kehilangan proporsi, kehilangan arti dan fungsi
sebagai Ummatan
wasathan, Ummat
menengah yang harus memimpin dunia.
Mereka telah kehilangan sistem hidup, kehilangan cara menyusun diri dan
potensi.
Menilik diri kembali, menyusun diri menurut teladan Sunnah, itulah des Pudels kern bagi Ummat Islam seluruh dunia
kini.
Selama tidak ada usaha hendak menyelesaikan sistem menyusun diri dengan
pola dan formula Sunnah, jangan diharapkan Ummat ini akan dapat bangkit
kembali.
Sunnah Ilahy dan Sunnah Nabi berbicara sepanjang waktu dengan bahasanya
sendiri, memberikan jalan keluar kepada kaum Muslimin, keluar dari kebuntuan,
keluar dari kesangsian dan ketidak pastian, keluar dari lingkaran yang tidak
berujung berpangkal.
Muhibuddin Al-Chatib pengarang Islam kenamaan itu pernah berkata :
Al Muslimuna fi chaiyrin, innamad dla ‘fu fil qiyadah.
Ummat Islam sebenarnya baik, hanya mereka lemah dalam soal kepemimpinan.
Persoalan riyasah dan qiyadah inilah sebenarnya persolan Ummat Islam
seluruh dunia sekarang ini.
Karena kelemahan pimpinan, kepatuhan Ummat Islam telah tidak dapat
digunakan oleh para pemimpinnya untuk sesuatu yang menguntungkan Agama dan
Ummatnya.
Telah berlalu suatu masa dimana pemimpin mencari pengikut seperti
pertanyaan Nabi Isa kepada Bani Israil, dan telah datang suatu masa dimana
Ummat manusia mencari pemimpin, seperti zaman kita.
Pemimpin yang telah berhasil memecah Ummat Islam dalam pecahan dan
belahan kecil. Kaum Muslimin tidak merasa lagi bahwa mereka adalah keluarga
dalam satu rumah besar, Wahdah Ummat, Ummat Jama’ah.
Potensi kaum Muslimin yang demikian besarnya berserakan dalam multi
organisasi, firqan dan hizb, partai atau perhimpunan, hasil pemikiran zaman
kolonial, cara kolonial.
Pedati tua dan gerobak tua kendaraan dan angkutan zaman baheula itu
nyata tidak mampu menghimpun tenaga dan kekuatan Ummat Islam, baik jasmani
maupun ruhani.
Pedati tua dan gerobak tua itu terang tidak sesuai lagi dengan dinamika
sejarah zaman kita, dan tidak bisa dijadikan tumpangan kepercayaan dalam
menyusun satu barisan dan shaff Ummat Tauhid ini.
Gerakan reformasi dan modernisasi macet disitu. Batang tubuh Ummat
Islam remuk, tenaganya pecah, kekuatannya lumpuh.
Team-kepemimpinan tidak menunjukkan pasangan yang menggembirakan. Tak
ada kesatuan komando dalam gelanggang perjuangan, anak buah bingung, bimbang
dan ragu.
Susunan perjuangan yang centangprenang itu jelas tidak mungkin dan
tidak kuat melakukan konfrontasi dan perlombaan dalam perjuangan menegakkan
keyakinan. Susunan perjuangan yang begitu itu nyata tidak kuat berhadapan
dengan golongan luar Islam yang satu dan bulat.
Jendral Abdul Haris Nasution yang formil tidak termasuk kedalam formasi
pimpinan Ummat Islam, dalam pidatonya dimana-mana telah mensinyalir gejala
perpecahan ini, dan menyerukan kepada kaum Muslimin agar mereka menyusun diri
dalam shaff dan barisan persatuan.
Rupanya Ummat Islam Indonesia terutama para pemimpinnya yang
bertanggung jawab belum mendapat Taufiq dan Hidayah dari Tuhan yang Maha Kuasa
untuk berbuat kearah itu.
Memang, Taufiq Ilahy itu mahal......
Berbicara mengenai membangun persatuan Ummat Islam, tergerak juga hati untuk
meneliti usaha yang pernah dilakukan sejak puluhan tahun oleh para Ulama dan
Zuama Islam.
Usaha insidentil itu tidak berhasil, Persatuan yang dicari persatean
yang didapat.
Orang tidak mau lagi menggali lebih dalam, dimana terletak kegagalan
itu.
Orang tidak mau lagi mengerti, dimana sebenarnya titik-tolak untuk
menggalang persatuan.
Sistem menyusun Ummat sesungguhnya adalah pelabuhan tempat bertolak
yang jarang disinggahi oleh Ulama dan Zuama Islam.
Multi-organisasi Islam dinegeri ini telah menceraikan batang tubuh
Ummat Islam dalam berbagai partai dan firqah, hizb dan perhimpunan.
Masing-masing firqah dan partai merasa dialah yang paling besar,
kampium dari semua. Penyakit ananiyah dan keakuan telah menjalar keseluruh
tubuh Ummat Islam.
Fanatik golongan menonjol dalam segala sektor kegiatan.
Agama dan cita terlantar, dibiarkan tidak mendapat pelayanan yang
layak.
Pernah orang membangun persatuan diatas dasar politik; tatkala pasar
politik sepi, maka bubarlah persatuan itu.
Pernah orang membina uchuwwah diatas dasar siasah, kalau gelanggang
siasah telah lengang, maka keringlah persaudaraan itu.
Entah sudah berapa kali Mu’tamar Islam diadakan dinegeri ini untuk
mencari persatuan dan persaudaraan.
Entah sudah berapa jumlahnya gabungan-federalisme dari organisasi-organisasi
Islam yang sudah dibangun.
Semua gabungan itu tak tahan uji dan tak tahan waktu.
Hidup tak nampak geraknya, mati tak diketahui kuburnya.
Semua itu meninggalkan pengalaman yang pahit. Anehnya, orang tidak mau
mengambil i’tibar dari pengalaman yang pahit itu.
Pemikir tradisionil dan konvensionil pasti tidak mampu memecahkan
masalah maha-vital itu.
Harus ada pemikir baru. Baru dinegeri ini, tapi benda itu telah 14 abad
adanya.
Jadi bukan pemikiran baru, tapi pemikiran Nubuwwah dan pemikiran Sunnah.
Sunnah dan Nubuwwah Muhammad meninggalkan sistem dan Ummatnya, yalah sistem Jama’ah dan Imamah.
Sistem lain dari itu, tak ada : kecuali kalau mau mengambil alih sistem
luar.
Kalau hendak menegakkan Islam, membangun Dunia Islam menurut teladan Nabi, muthlak wajibnya memakai
sistem yang pernah diteladan Nabi.
Adakah di Indonesia Jama’ah dan Imamah ?
Belum pernah ada.
Yang ada hanyalah firqah : firqatul Muslimin, bukan Jama’atul
Muslimin.
Jama’ah tidak mengenal jumlah lebih daripada satu.
‘Aqidah yang satu, Ibadah yang serupa dan ajaran Uchuwwah yang sama,
adalah kalimat-kesamaan yang memberikan asas, tujuan, haluan dan kebijaksanaan
kepada Ummat besar ini dalam memperjuangkan Cita dimuka bumi.
Kalau sistem Jama’ah dan Imamah ini masih tetap dibiarkan dalam lipatan
sejarah, dan Ummat Islam masih rela dan senang dengan sistem yang bukan sistem
Islam, sampai Yauml-Hisaab Ummat Islam tidak akan bersatu.
Golongan konservatif dan reaksioner selalu menolak pemikiran Sunnah diatas
dengan alasan; sistem menyusun diri adalah persoalan duniawy.
Bukankah Nabi pernah berkata, bahwa kamu lebih tahu dengan persoalan dunia kamu ?
Sistem menyusun diri bukanlah persoalan Duniawy dalam pengertian kami
anti Sunnah itu, tapi sebulatnya persoalan Dieny.
Persoalan menyusun diri interwoven, satu pada dzat dan hakekatnya dengan persoalan menegakkan dan
memperjuangkan Agama.
Ada pula yang mengemukakan pendapat, bahwa Ummat Islam tidak mungkin
dipersatukan, karena adanya perselisihan faham dalam agama, Ada kaum tua dan da
kaum muda.
Kaum tua dan muda ini biasanya berputar disekeliling soal Chilafiyah.
Dalam agama chilafiyah itu sebenarnya tidak ada.
Memang, dalam masyarakat kaum Muslimin ada terdapat sekian banyak
perselisihan faham.
Zaman Nabi dan zaman sahabatpun ada perselisihan faham, ada chilafiyah,
terutama dalam soal-soal yang baru tumbuh, yang tidak ada nash yang qat’i
mengenai itu.
Akan tetapi setelah selisih faham dan beda pendapat itu dibawa kemeja
musyawarah mencari kata-mufakat, chilafiyah itu habis.
Ichtilaf mengenai masalah apapun jua, dapat diatas dengan jalan
musyawarah, asal yang bermusyawarah itu manusia yang ahli, jujur dan ichlas,
rela menerima kebenaran.
Disinilah rahasia sabda Nabi : Kalau kamu berselisih faham,
kembalikanlah kepada Qur-an dan Sunnah.
Kalau Ummat Islam bertahkim kepada Qur-an dan Sunnah, pasti tidak akan
ada chilafiyah dalam masyarakat Islam.
Setiap timbul chilafiyah, para Ulama dan Zu’amaul Islam bermusyawarah,
maka habislah chilafiyah itu.
Apakah sistem Jama’ah dan Imamah itu masih laku dan mampu dalam dunia
modern sekaran ini, dimana Ummat Islam menghadapi serba tantangan dari luar dan
dari dalam ?
Pertanyaan diatas merupakan pernyataan dari kekeringan Iman, syaraf yang lemah dan
tubuh yang sudah dingin.
Sistem hidup Jama’ah dan Imamah, adalah jawaban yang paling tepat dan
paling kena terhadap serba tantangan itu.
Setiap Jama’ah dan Imamah itu yang mampu menghimpun tenaga dan kekuatan
Ummat Islam, yang mampu membawa maju dan lajunya perjuangan Islam ditengah-tengah
dunia yang mahamodern sekarang ini. Sistem Jama’ah dan Imamah itu yang dapat
meningkatkan taraf perjuangan, mempertinggi kemampuan, mempertajam pengertian
tentang, apa sebenarnya hakekat risalah yang harus dirampungkan oleh Ummat
Islam semuanya.
Adalah tugas utama dan suci dari Shahibud Da’wah, baik dengan lisan
maupun tulisan, menumbuhkan Ummat Baru dan Pimpinan Baru dalam masyarakat
Muslimin Indonesia.
Bukan baru jasmaninya atau manusianya, tapi baru jiwanya, baru
semangatnya, baru pandangannya.
Sa’at terachir dari kehidupan dan perjuangan kita telah merupakan
seleksi, kristalisasi dan polarisasi dalam keyakinan, dalam teori dan ideologi,
dan polarisasi dalam susunan.
Proses sejarah yang melintas cepat dimuka kita, hendaknya kita anggap
hambaNya, dengan tujuan kiranya sihamba itu telah memiliki kemampuan mendekat kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa, lebih mampu menilik dan menemui dirinya sebagai Ummat penegak Sunnah.
Ummat yang begitu itu yang pernah tumbuh 14 abad yang lalu dibawah
pimpinan Nabi Besar Muhammad SAW.
Ummat yang begitu yang digambarkan oleh Allah SWT. dalam Al Qur-an :
Telah berulang-ulang terjadi Ummat yang sedikit tapi bermutu
dapat mengalahkan Ummat yang banyak dengan perkenan Ilahy, karena Allah itu
menyertai orang-orang yang shabar. (QS. Al Baqarah : 249 )
Angkatan perintis yang paling dimuka dari Muhajirin dan
Anshar, dan orang-orang yang menyertai mereka dalam keutamaan dan kebaikan,
Allah ridla kepada mereka dan mereka ridla kepadaNya, serta Ia sediakan untuk
mereka sorga yang mengalir padanya sungai-sungai; mereka kekal didalamnya, yang
demikian itulah kemenangan yang besar. ( S. Al Baraah : 100 )
Dari Fiah
Qalilah, Ummat
yang sedikit tapi bermutu, yang memesrakan dirinya untuk menjadi Assabiquunal awwaluun, angkatan perintis yang paling
dimuka, dari sana dan dengan itu kita Membangun Dunia Islam menurut pola dan
formula Sunnah dan Nubuwwah.
Mencari Fiah
Qalilah dalam Fiah Katsirah, membutuhkan qualita dalam jumlah
quantita !
Membangun Dunia Islam kembali, harus kita jadikan devis, adagium,
semboyan yang harus kita canang-gempitakan dimana-mana.
Membangun Dunia Islam, menurut konsep dan sistem yang diwariskan Nabi untuk kita, yalah Jama’ah dan Imamah.(1)
(1) Jama’ah
dan Imamah ini akan kita bahas kembali dalam bukku yang sedang disiapkan dengan
judul : KEMBALI KE HARAMAIN
3.
Menghidupkan rasa percaya kepada diri sendiri.
....................................
4.
Menghidupkan ruhul-jihad, dinamisme dan optimisme.
....................................
5.
Sanggup mempertahankan dan membela Islam, menjawab segala
tantangan baik dari dalam maupun dari luar.
....................................
6.
Mengembangkan kegiatan yang konstruktif untuk memberi isi dan arti
kepada revolusi kerakyatan disegala nation.
....................................